Bismillah. Kami memohon pertolongan-Mu, Ya Rabb…
Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidaklah diragukan bahwa manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan untuk bisa mengenali kebenaran. Oleh sebab itulah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk membimbing manusia agar keluar dari berbagai bentuk kegelapan menuju cahaya kebahagiaan.
Allah yang lebih mengetahui apakah tujuan hidup kita di muka bumi ini. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Beribadah kepada Allah artinya merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dengan dilandasi kecintaan dan pengagungan. Ibadah kepada Allah merupakan kebutuhan hidup manusia.
Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3). Orang yang merugi adalah yang tidak mensyukuri nikmat kehidupan dan waktu yang Allah berikan kepadanya. Sebagian ulama mengatakan, “Setiap nikmat yang tidak membuat semakin dekat kepada Allah maka itu adalah malapetaka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu dan merugi padanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Allah yang lebih mengetahui untuk apa Allah ciptakan kematian dan kehidupan. Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2). Yang terbaik amalnya bukanlah yang paling banyak amalnya, tetapi mereka yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa banyak orang beramal tetapi sia-sia -karena tidak ikhlas atau karena tidak mengikuti tuntunan nabi- sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah (yang artinya), “Katakanlah; Maukah Kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira telah berbuat dengan sebaik-baiknya.” (al-Kahfi : 103-104)
Tidaklah Allah menjadikan alam dunia ini sebagai sebuah kesia-siaan belaka. Tidak mungkin manusia dibiarkan begitu saja tanpa bimbingan dan petunjuk dari-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptakan kalian secara sia-sia dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami.” (al-Mu’minun : 115). Allah juga berfirman (yang artinya), “Apakah manusia mengira bahwa dia akan dibiarkan/ditinggalkan begitu saja.” (al-Qiyamah : 36)
Allah telah menciptakan kita dan memberikan rezeki kepada kita agar kita beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada kita tetapi karena kita yang membutuhkan ibadah itu untuk bisa selamat di hari akhirat dan bahagia di dunia. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21). Allah juga berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Petunjuk di dunia dan keselamatan di akhirat akan diberikan kepada mereka yang tunduk kepada syari’at Allah dan mengikuti petunjuk rasul-Nya.
Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan berikan kepadanya balasan yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97). Allah juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul dan mengikuti selain jalan kaum beriman niscaya Kami akan biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam; dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’ : 115)
Bukanlah sesuatu yang wajar apabila seorang hamba yang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa kemudian Allah berikan kepadanya pendengaran, penglihatan dan hati kemudian dengan lancang menolak dan menentang syari’at Rabbul ‘alamin. Bagaimana dia hendak menentang ajaran Allah sementara Allah yang menciptakan dirinya, yang memberikan rezeki kepadanya dari langit dan dari bumi? Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Katakanlah; Allah.” (Saba’ : 24)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, merupakan sebuah kebodohan tentu saja bagi orang yang berakal apabila dia lebih mendahulukan perasaan, pendapat dan tradisi nenek moyang di atas petunjuk Allah dan rasul-Nya. Orang yang menggunakan akal sehatnya tentu akan mengikuti petunjuk dari Allah yang telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya.
Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah datang kepada kalian dari Allah cahaya dan kitab yang sangat jelas, dengan itu Allah berikan petunjuk kepada orang yang mau mengikuti keridhaan-Nya untuk bisa meniti jalan-jalan keselamatan dan Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya dengan izin-Nya, dan Allah berikan petunjuk kepada mereka menuju jalan yang lurus.” (al-Ma-idah : 15-16)
Jalan Keselamatan Umat Manusia
Tidaklah diragukan bahwasanya Allah telah menurunkan al-Qur’an dalam rangka membebaskan manusia dari berlapis-lapis kegelapan menuju cahaya.
Allah berfirman (yang artinya), “Alif lam ra’. Inilah kitab yang Kami turunkan kepadamu agar kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya dengan izin Rabb mereka menuju jalan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Mahaterpuji.” (Ibrahim : 1)
Dengan hidayah al-Qur’an Allah keluarkan orang-orang beriman dari berlapis-lapis kegelapan menuju cahaya. Allah berfirman (yang artinya), “Allah penolong bagi orang-orang yang beriman; Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, sedangkan orang-orang kafir penolong mereka adalah thaghut; yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah : 257)
Allah menyebut al-Qur’an sebagai cahaya yang menerangi perjalanan hidup manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kalian bukti yang jelas dari Rabb kalian, dan telah Kami turunkan kepada kalian cahaya yang sangat jelas.” (an-Nisaa’ : 174). Sebagaimana Allah juga menyebut nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai cahaya. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah datang kepada kalian dari Allah cahaya dan kitab yang jelas.” (al-Ma-idah : 15). Allah juga menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai lentera yang menerangi jalan kebenaran. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai nabi, sesungguhnya Kami telah mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, serta sebagai da’i/penyeru menuju agama Allah dengan izin-Nya dan sebagai lentera yang menerangi.” (al-Ahzab : 45-46) (lihat kitab Nurul Huda wa Zhulumatu adh-Dholal, hlm. 12-13 karya Syaikh Sa’id al-Qahthani)
Allah juga menyebut hidayah Islam sebagai cahaya yang menerangi perjalanan hidup manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Apakah orang yang mati (hatinya) lalu Kami hidupkan ia dan Kami jadikan baginya cahaya yang bisa membuatnya berjalan di tengah manusia sama keadaannya dengan orang yang seperti dirinya (terjebak kegelapan) di dalam kegelapan-kegelapan dan tidak bisa keluar darinya. Demikianlah dijadikan indah bagi orang-orang kafir itu apa-apa yang mereka kerjakan.” (al-An’am : 122). Sebagaimana Allah menyebut orang kafir sebagai orang yang buta sementara orang beriman sebagai orang yang bisa melihat. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat? Ataukah sama antara kegelapan-kegelapan dengan cahaya?” (ar-Ra’d : 16) (lihat Nurul Huda, hlm. 16)